Ekonomi Dunia Tempati Posisi Terburuk Sejak PD II
Oleh Hidayatullah Muttaqin
Ilustrasi: Guardian.co.uk
Kerasnya “hantaman” krisis global sudah dirasakan dunia sejak “meloncatnya” harga minyak mulai tahun 2007 lalu yang kemudian secara massive diikuti oleh kehancuran sistem keuangan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Kerasnya “hantaman” krisis global ini sangat terlihat dari upaya banyak negara mengeluarkan paket stimulus ekonomi, termasuk paket bailout yang menelan trilyunan dollas AS.
Namun apa daya, perekonomian yang sudah didorong sedemikian rupa agar tidak pecah, akhirnya terhempas juga. Pasar global terus bergejolak dalam “gelombang yang berat”, pengangguran semakin lebar, kebangkrutan industri terjadi di mana-mana, dan lebih banyak lagi “bank raksasa” di negara-negara maju menjadi “pengemis”.
Ekonomi Global Menciut
Bank Dunia dalam pandangan terbarunya mengatakan, perekonomian global kemungkinan menciut untuk pertamakalinya sejak Perang Dunia II dan perdagangan anjlok ke tingkat paling rendah dalam 80 tahun terakhir.
Prediksi Bank Dunia ini lebih pesimis dari perkiraan Dana Moneter Internasional (IMF) yang dikeluarkan Januari lalu. IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini sebesar 0,5%. Sementara Bank Dunia tidak menyebutkan secara khusus angka estimasi pertumbuhan ekonomi yang negatif tersebut.
Dampak Penciutan
Negara-negara berkembang akan menanggung dampak yang paling berat dari kontraksi ekonomi. Perekonomian mereka akan mengalami defisit antara SU$ 270 – 700 miliar akibat tekanan biaya impor dan beban hutang.
Sementara itu, Bank Dunia melaporkan Asia Timur akan menghadapi “pukulan” paling berat akibat menurunnya perdagangan dunia. Produksi industri dunia diperkirakan menurun 15% tahun ini dibanding tahun 2008.
Menurut Bank Dunia, akan lebih banyak hutang berisiko tinggi yang diambil pemerintah dan swasta dari perekonomian yang sedang tumbuh -emerging markets. Hutang-hutang tersebut hanya dapat diperoleh di pasar modal dengan tanggungan bunga yang sangat tinggi, sebagaimana penerbitan obligasi internasional senilai US$ 3 miliar oleh pemerintah Indonesia bulan Februari lalu.
Di samping resiko biaya hutatang yang sangat tinggi, swasta dan pemerintah dari negara-negara emerging markets akan menghadapi beban pembayaran hutang yang cukup tinggi. Bank Dunia mengatakan tahun ini hutang swasta yang jatuh tempo mencapai US$ 1 trilyun dan hutang pemerintah yang harus dibayar sebesar US$ 3 trilyun.
Dalam laporan Bank Dunia, 94 negara akan mengalami pelambatan pertumbuhan dengan ledakan tingkat kemiskinan hingga 43%. Krisis ekonomi akan menambah jumlah penduduk miskin sebesar 46 juta jiwa. Akibatnya, ketergantungan pada bantuan luar negeri menjadi lebih besar.
Krisis tahun ini akan menjadi titik balik apakah sistem Kapitalisme dapat bertahan dengan paket-paket stimulusnya. Ataukah semakin terpuruk dan lemah sehingga secara sistematis akan mengalami kerusakan permanen, berupa kehancuran institusi dalam jangka tertentu?
Kita membutuhkan solusi di luar sistem Kapitalisme. Solusi itu adalah institusi yang dapat menerapkan hukum-hukum Allah dalam mengatasi krisis, yakni Khilafah Islamiyah. [JURNAL EKONOMI IDEOLOGIS / www.jurnal-ekonomi.org]
REFERENSI BERITA
Bloomberg (9/3/2009), Global Economy to Shrink First Time Since WWII, World Bank Says.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar